Project karbon kehutanan Indonesia
Secara pribadi mungkin ini merupakan tulisan yang agak terlambat, karena isu ini sempat saya tinggalkan dan memilih untuk memahami isu yang lain lagi (plin-plan), hahahaha..
Cara menghadapi perubahan iklim yang terjadi saat ini dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu dengan melakukan mitigasi dan dengan cara adaptasi. Secara pribadi mungkin ini merupakan tulisan yang agak terlambat, karena isu ini sempat saya tinggalkan dan memilih untuk memahami isu yang lain lagi (plin-plan), hahahaha..
Cara menghadapi perubahan iklim yang terjadi saat ini dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu dengan melakukan mitigasi dan dengan cara adaptasi.
Mitigasi terhadap perubahan iklim dapat dilakukan dengan cara mengurangi emisi dari sector apapun yang mengasilkan gas rumah kaca, terutama CO2. Untuk bidang kehutanan hal yang sepereti ini sering disebut dengan istilah Reducing emissions from deforestation and degradation (REDD). Tapi, sebelum adanya gagasan tentang REDD, ada satu jenis project kehutanan lainnya yang berjudul Mekanisme Pembangunan Bersih / Clean Development Mechanism (CDM). Berikut ini sedikit penjabaran tentang kedua hal tersebut.
A. Mekanisme Pembangunan Bersih / Clean Development Mechanism (CDM)
Diadopsi di COP3 dari UNFCCC tahun 1997 di Kyoto dan berlaku sejak 16 Februari 2005. Jalur ini merupakan instrumen hukum bagi negara negara maju (Annex I) untuk memenuhi kewajibannya dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Negara berkembang (non Annex I) dapat secara sukarela berkontribusi dalam pengurangan emisi global. Indonesia sendiri telah meratifikasi Protokol Kyoto melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004. Jenis proyek karbon kehutanan lewat CDM yang diperbolehkan saat ini sampai akhir tahun 2012 ialah kegiatan yang masuk kategori Afforestasi dan Reforestasi.
Aforestasi ialah kegiatan penghutanan kembali pada lahan bukan hutan yang selama 50 tahun atau lebih digunakan untuk kegiatan non-kehutanan.
Reforestasi ialah kegiatan penghutanan kembali lahan hutan yang sejak tanggal 31 Desember 1989 sudah bukan merupakan hutan.
Lahan hutan dalam kerangka Clean Development Mechanism (CDM) yang telah diadopsi oleh pemerintah Indonesia yaitu :
a. Luasnya minimal 0,25 Ha
b. Ditumbuhi oleh pohon yang pada akhir pertumbuhan mencapai ketinggian minimal 5 meter
c. Persentase penutupan tajuk minimal 30%.
Contoh lahan yang dapat di CDM kan
Padang rumput > Hutan
Pertanian > Hutan
Lahan basah > Hutan
Pemukiman (kebun, ladang) > Hutan
Contoh jenis kegiatan untuk CDM
Agroforestri, Silvofisheri, Monokultur dan campuran, Perkebunan karet, Perkebunan Buah-buahan.
CDM atau Mekanisme Pembangunan Bersih pada awalnya dianggap suatu mekanisme yang dapat membuat kerjasama antara negara berkembang dan negara maju untuk dapat menurunkan GRK di atmosfir secara adil. Anggapan tersebut dari waktu ke waktu berikutnya menjadi terdegradasi karena rumitnya aturan yang harus dilalui.
Penyebar-luasan informasi A/R CDM sudah dilakukan baik di Pusat maupun Daerah tapi persepsi masyarakat masih tetap bervariasi. Group yang setuju dengan kegiatan A/R CDM maupun yang kontra terus berkembang, sehingga pelaksanaannya masih sulit dilakukan.
B. REDD
REDD :Reducing emissions from deforestation and degradation in developing countries (Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di negara berkembang) adalah mekanisme internasional yang dimaksudkan untuk memberikan insentif yang bersifat positif bagi negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. REDD merupakan mekanisme yang bersifat sukarela (voluntary) dan menghormati kedaulatan negara. REDD merupakan salah satu kegiatan mitigasi perubahan iklim di sektor kehutanan.
Hutan dapat berperan sebagai penyerap/penyimpan karbon (sink) dan sebagai sumber emisi (source).
Pengelolaan hutan konservasi, lindung, mengurangi konversi hutan untuk kegiatan lain, pemberantasan penebangan liar, penanggulangan kebakaran hutan akan mengurangi emisi CO2 dan meningkatkan resiliensi hutan dalam perubahan iklim. Demikian juga rehabilitasi hutan yang terdegradasi dan penanaman hutan untuk berbagai tujuan akan meningkatkan kapasitas hutan untuk menyerap karbon dan akhirnya akan mempunyai peran juga dalam perubahan iklim global.
Deforestasi sesuai data dari World Resource Institute (WRI, 2000) yang dikutip Stern Report menyumbang sekitar 18% terhadap emisi GRK global sebesar 42 Gton CO2e per tahun. Dari 18% kontribusi emisi tersebut, 75% diantaranya berasal dari Negara berkembang. IPCC (2007) mencatat kontribusi dari deforestasi sebesar 17% terhadap total emisi GHGs global.
Di lain pihak, vegetasi dan tanah menyimpan kurang lebih 7500 Gton CO2 atau lebih dari dua kali lipat CO2 di atmosfir, sedang hutan menyimpan kurang lebih 4500 Gton CO2 , lebih besar dari GHGs di atmosfir. Mempertahankan hutan yang ada lebih murah dari pada menanam tanaman baru, di samping memerlukan waktu yang cukup lama sampai mencapai kapasitas optimal dalam menyerap dan menyimpan karbon.
Manfaat REDD harus dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi tanggung jawab sebagai anggota komunitas internasional dan dari sisi kewajiban seluruh komponen bangsa untuk kepentingan nasional, terlepas ada tidaknya mekanisme internasional yang mendorong/memaksa Indonesia melakukannya.
Deforestasi di Indonesia pada saat ini tercatat 1,08 juta ha per tahun dan dianggap akan berpengaruh terhadap pengurangan keanekaragaman hayati termasuk sumberdaya genetik, bencana lingkungan karena berkurangnya hutan, terganggunya mata pencaharian masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dan menurunnya peran hutan dalam pembangunan ekonomi nasional. Dengan demikian usaha penurunan deforestasi mutlak diperlukan.
REDD dalam kaitan dengan upaya pengurangan emisi dan deforestasi dan degradasi di negara berkembang, adalah merupakan mekanisme internasional yang dapat mendukung upaya Indonesia dalam mencapai tujuan reformasi yang telah/sedang dilakukan oleh sektor kehutanan, baik melalui aliran dana, peningkatan kapasitas maupun transfer teknologi.
Para pelaksana REDD atau REDD plus perlu memahami proses negosiasi dan keputusan yang telah diambil . Sebagai contoh REDD-plus yang disuport dengan dana yang meliputi : Capacity-building, formulation plan and strategy, establishing carbon accounting and monitoring system, technology transfer, policy impleentation, institutional arrangement dan sebagainya.
Berbagai masalah yang dijumpai dalam implementasi REDD antara lain pengertian REDD dan REDD plus, penetapan REL dan RL, metode inventarisasi yang sesuai untuk dikembangkan di negara kepulauan, kelembagaan, distribusi insentip dll, maka plot demonstrasi perlu segera dikembangkan untuk mendapatkan pengalaman tentang cara yang patut ditempuh pada implementasi REDD yang akan datang. Permenhut No. P.68/2008 untuk pelaksanaan plot demonstrasi, dan Permenhut No P. 30/2009 tentang tata cara pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan patut diimplementasikan secepatnya. Sebagai pegangan petugas teknis di lapangan maka petunjuk teknis dari kedua Permenhut tersebut di atas perlu dibuat secepatnya.
Hasil yang didapat dari plot demonstrasi ini akan dapat dijadikan pegangan dalam pelaksanaan kegiatan REDD yang akan datang / setelah tahun 2012.
Baseline / REL (Reference Emission Level) :
Kondisi stok carbon di pool saat belum ada proyek dan perkiraan perubahan stok di pool kedepan apabila tidak ada proyek.
Secara sederhana, hal ini dapat dilakukan dengan perhitungan atau analisis perubahan penutupan / penggunaan lahan dengan bantuan citra satelit dan teknologi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh (SIGPJ). Integrasi data penutupan / penggunaan lahan dengan menggunakan liputan citra satelit secara multitemporal dengan data cadangan karbon yang tersimpan di setiap penutupan / penggunaan lahan akan bisa memberikan informasi tentang kondisi stok karbon di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Cara menghadapi perubahan iklim yang terjadi saat ini dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu dengan melakukan mitigasi dan dengan cara adaptasi.
Mitigasi terhadap perubahan iklim dapat dilakukan dengan cara mengurangi emisi dari sector apapun yang mengasilkan gas rumah kaca, terutama CO2. Untuk bidang kehutanan hal yang sepereti ini sering disebut dengan istilah Reducing emissions from deforestation and degradation (REDD). Tapi, sebelum adanya gagasan tentang REDD, ada satu jenis project kehutanan lainnya yang berjudul Mekanisme Pembangunan Bersih / Clean Development Mechanism (CDM). Berikut ini sedikit penjabaran tentang kedua hal tersebut.
A. Mekanisme Pembangunan Bersih / Clean Development Mechanism (CDM)
Diadopsi di COP3 dari UNFCCC tahun 1997 di Kyoto dan berlaku sejak 16 Februari 2005. Jalur ini merupakan instrumen hukum bagi negara negara maju (Annex I) untuk memenuhi kewajibannya dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Negara berkembang (non Annex I) dapat secara sukarela berkontribusi dalam pengurangan emisi global. Indonesia sendiri telah meratifikasi Protokol Kyoto melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004. Jenis proyek karbon kehutanan lewat CDM yang diperbolehkan saat ini sampai akhir tahun 2012 ialah kegiatan yang masuk kategori Afforestasi dan Reforestasi.
Aforestasi ialah kegiatan penghutanan kembali pada lahan bukan hutan yang selama 50 tahun atau lebih digunakan untuk kegiatan non-kehutanan.
Reforestasi ialah kegiatan penghutanan kembali lahan hutan yang sejak tanggal 31 Desember 1989 sudah bukan merupakan hutan.
Lahan hutan dalam kerangka Clean Development Mechanism (CDM) yang telah diadopsi oleh pemerintah Indonesia yaitu :
a. Luasnya minimal 0,25 Ha
b. Ditumbuhi oleh pohon yang pada akhir pertumbuhan mencapai ketinggian minimal 5 meter
c. Persentase penutupan tajuk minimal 30%.
Contoh lahan yang dapat di CDM kan
Padang rumput > Hutan
Pertanian > Hutan
Lahan basah > Hutan
Pemukiman (kebun, ladang) > Hutan
Contoh jenis kegiatan untuk CDM
Agroforestri, Silvofisheri, Monokultur dan campuran, Perkebunan karet, Perkebunan Buah-buahan.
CDM atau Mekanisme Pembangunan Bersih pada awalnya dianggap suatu mekanisme yang dapat membuat kerjasama antara negara berkembang dan negara maju untuk dapat menurunkan GRK di atmosfir secara adil. Anggapan tersebut dari waktu ke waktu berikutnya menjadi terdegradasi karena rumitnya aturan yang harus dilalui.
Penyebar-luasan informasi A/R CDM sudah dilakukan baik di Pusat maupun Daerah tapi persepsi masyarakat masih tetap bervariasi. Group yang setuju dengan kegiatan A/R CDM maupun yang kontra terus berkembang, sehingga pelaksanaannya masih sulit dilakukan.
B. REDD
REDD :Reducing emissions from deforestation and degradation in developing countries (Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di negara berkembang) adalah mekanisme internasional yang dimaksudkan untuk memberikan insentif yang bersifat positif bagi negara berkembang yang berhasil mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. REDD merupakan mekanisme yang bersifat sukarela (voluntary) dan menghormati kedaulatan negara. REDD merupakan salah satu kegiatan mitigasi perubahan iklim di sektor kehutanan.
Hutan dapat berperan sebagai penyerap/penyimpan karbon (sink) dan sebagai sumber emisi (source).
Pengelolaan hutan konservasi, lindung, mengurangi konversi hutan untuk kegiatan lain, pemberantasan penebangan liar, penanggulangan kebakaran hutan akan mengurangi emisi CO2 dan meningkatkan resiliensi hutan dalam perubahan iklim. Demikian juga rehabilitasi hutan yang terdegradasi dan penanaman hutan untuk berbagai tujuan akan meningkatkan kapasitas hutan untuk menyerap karbon dan akhirnya akan mempunyai peran juga dalam perubahan iklim global.
Deforestasi sesuai data dari World Resource Institute (WRI, 2000) yang dikutip Stern Report menyumbang sekitar 18% terhadap emisi GRK global sebesar 42 Gton CO2e per tahun. Dari 18% kontribusi emisi tersebut, 75% diantaranya berasal dari Negara berkembang. IPCC (2007) mencatat kontribusi dari deforestasi sebesar 17% terhadap total emisi GHGs global.
Di lain pihak, vegetasi dan tanah menyimpan kurang lebih 7500 Gton CO2 atau lebih dari dua kali lipat CO2 di atmosfir, sedang hutan menyimpan kurang lebih 4500 Gton CO2 , lebih besar dari GHGs di atmosfir. Mempertahankan hutan yang ada lebih murah dari pada menanam tanaman baru, di samping memerlukan waktu yang cukup lama sampai mencapai kapasitas optimal dalam menyerap dan menyimpan karbon.
Manfaat REDD harus dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi tanggung jawab sebagai anggota komunitas internasional dan dari sisi kewajiban seluruh komponen bangsa untuk kepentingan nasional, terlepas ada tidaknya mekanisme internasional yang mendorong/memaksa Indonesia melakukannya.
Deforestasi di Indonesia pada saat ini tercatat 1,08 juta ha per tahun dan dianggap akan berpengaruh terhadap pengurangan keanekaragaman hayati termasuk sumberdaya genetik, bencana lingkungan karena berkurangnya hutan, terganggunya mata pencaharian masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dan menurunnya peran hutan dalam pembangunan ekonomi nasional. Dengan demikian usaha penurunan deforestasi mutlak diperlukan.
REDD dalam kaitan dengan upaya pengurangan emisi dan deforestasi dan degradasi di negara berkembang, adalah merupakan mekanisme internasional yang dapat mendukung upaya Indonesia dalam mencapai tujuan reformasi yang telah/sedang dilakukan oleh sektor kehutanan, baik melalui aliran dana, peningkatan kapasitas maupun transfer teknologi.
Para pelaksana REDD atau REDD plus perlu memahami proses negosiasi dan keputusan yang telah diambil . Sebagai contoh REDD-plus yang disuport dengan dana yang meliputi : Capacity-building, formulation plan and strategy, establishing carbon accounting and monitoring system, technology transfer, policy impleentation, institutional arrangement dan sebagainya.
Berbagai masalah yang dijumpai dalam implementasi REDD antara lain pengertian REDD dan REDD plus, penetapan REL dan RL, metode inventarisasi yang sesuai untuk dikembangkan di negara kepulauan, kelembagaan, distribusi insentip dll, maka plot demonstrasi perlu segera dikembangkan untuk mendapatkan pengalaman tentang cara yang patut ditempuh pada implementasi REDD yang akan datang. Permenhut No. P.68/2008 untuk pelaksanaan plot demonstrasi, dan Permenhut No P. 30/2009 tentang tata cara pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan patut diimplementasikan secepatnya. Sebagai pegangan petugas teknis di lapangan maka petunjuk teknis dari kedua Permenhut tersebut di atas perlu dibuat secepatnya.
Hasil yang didapat dari plot demonstrasi ini akan dapat dijadikan pegangan dalam pelaksanaan kegiatan REDD yang akan datang / setelah tahun 2012.
Baseline / REL (Reference Emission Level) :
Kondisi stok carbon di pool saat belum ada proyek dan perkiraan perubahan stok di pool kedepan apabila tidak ada proyek.
Secara sederhana, hal ini dapat dilakukan dengan perhitungan atau analisis perubahan penutupan / penggunaan lahan dengan bantuan citra satelit dan teknologi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh (SIGPJ). Integrasi data penutupan / penggunaan lahan dengan menggunakan liputan citra satelit secara multitemporal dengan data cadangan karbon yang tersimpan di setiap penutupan / penggunaan lahan akan bisa memberikan informasi tentang kondisi stok karbon di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
2 Komentar
program ini menarik sekali kalau bisa dilaksanakan dengan basis komunitas / kemasyarakatan, dan bisa menambah tingkat imunitas hidup dari lahan pertanian. Apakah memungkinkan perdagangan dilakukan secara komunitas / masyarakat langsung ?. itu pertanyaan yang menurut saya sangat substansial, karena bisa menjadi sebuah jalan keluar bagi peningkatan kemandirian masyarakat selain menyelamatkan lapisan Ozon. bisa kan kita sharing soal ini, thanks
BalasHapusTentu dana segar dari luar untuk program ini sangat besar jd dampak nya dharap dapat drasa masyrakat tentu nya di lahan2 kosong yang terbengkalai jd masyr scr tdk lngsng mendapat kompensasi...apalagi di daerah yg banyak bekas penambangan ketika di reboisasi stidaknya msyrkt dpt menerima kompensasi dr lahan nya sendiri baik cdm maupun redd tujuan final nya bertahap dapat tercapai
Hapus