Saat berkunjung ke Kabupaten Nabire pada Akhir bulan Ferbruari 2011, terdapat satu cerita menarik tentang suatu daerah di dekat kampung Womi / Wami (Sungai). Untuk menuju kampung yang dulunya bekas Logpon HPH itu membutuhkan waktu 4 jam dengan menggunakan kendaraan perahu 40pk yang dikendarai oleh rekan saya, mungkin gayanya lebih mirip Anji Drive.. birunya langit disana membuat Saya seakam benar-benar memiliki rumah, yaitu Indonesia.
 transportasi menuju lokasi
Goa kelelawar yang dimaksud terletak di sebuah bukit kapur, berada di tepi kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih. Terdapat dua bukit yang disebut Nenggo Kecil dan Nenggo Besar. Neggo kecil diyakini sebagai perwujudan  perempuan dan nenggo besar merupakan bukit laki-laki. Goa ini mengalirkan sungai bawah tanah yang keluar menjadi sungai permukaan yang bernama Sungai Tabiri. Kawasan goa tersebut bernama Diere yang berarti kepala air. Dari penamaan tersebut menunjukkan bahwa kawasan tersebut diyakini sebagai hulu sungai (kepala air) Tabiri. Lokasinya berada di kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih yang berbatasan dengan kawasan bekas HPH. Interaksi masyarakat ke kawasan Diera hanya sebatas kegiatan berburu babi dan rusa. Mereka hanya melewati kawasan tersebut tanpa ada keinginan untuk memasuki goa tersebut. Bahkan sampai sekarang  sampai orang tua pun tidak berani berburu kelelwar di dalam goa apalagi anak-anak muda. Tempat tersebut benar-benar dikramatkan oleh suku Yerisiam. 
 mulut goa
Kekramatan goa kelelawar tersebut diakui karena goa tersebut akan memberikan kematian dan atau bencana bagi masyarakat yerisiam yang hendak memasukinya jika tanpa menggunakan aturan adat yang ada. menurut penuturan narasumber kekramatan goa tersebut karena pada masa dulu beberapa orang yang memasuki goa tersebut tak pernah keluar. Mereka hilang dan lenyap di dlaam kegelapan goa. Kemudian masyarakat tersebut meyakininya bahwa goa tersebut merupakan tempat yang mengerikan dan bahaya untuk dimasuki. Akhirnya tempat tersebut menjadi tempat larangan atau tempat kramat bagi masyarakat Yerisiam.  
 kondisi di dalam goa
Dahulu memang banyak tetua-tetua adat mereka melakukan perburuan kelelawar di dalam goa tersebut. Aturan adat memasuki goa tersebut dengan cara telanjang atau menanggalkan seluruh pakaian. Setelah telanjang masyarakat yang ingin memasukinya harus menggunakan pakaian yang terbuat dari daun-daun yang ada di sekitar goa tersebut. Kemudian selama memasuki goa tersebut adanya larangan bercakap-bercakap dengan menggunakan bahasa selain Yerisiam.Menurut kepercayaan dab keyakinan mereka bagi siapa saja yang melanggar aturan tersebut akan datang mara bahaya dan bisa mendatangkan kematian baginya. 
kondisi kampung Womi

karena memang tidak fokus untuk melajutkan caving di  lokasi ini, maka keterangan langsung yang ada di dalam Goa ini tidak bisa diambil, di samping adanya larangan adat setempat. thanks for firin atas informasi lokasi ini, juga tim HCV Fahutan IPB.
 


0 Komentar